Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 02 Juli 2016

BELAJAR ADALAH TUGASKU



Bersamaan dengan kubuka pintu pagi, angin segar menghembus masuk bagai memberi kabar semangat untuk beraktivitas. Melihat rerumputan yang belum sempat kupotong dihalaman rumah yang begitu segar dengan kehijauannya mengundangku untuk turut menyambut pagi dengan semangat.
Kumulai aktivitasku dengan menyegerakan diri ke sekolah, tak sabar rasanya ingin berjumpa kembali dengan siswa-siswiku. Jarak rumah ke sekolah tempat pengabdianku tidak begitu jauh, kalau Aku berdiri di teras rumah, sekolah tersebut terlihat dengan jelas, jadi hanya membutuhkan beberapa langkah saja untuk sampai kesana.
Hari itu adalah hari senin, hari di mana seharusnya semua civitas dalam sekolah itu melakukan upacara bendera selayaknya sekolah lain. Namun, aktivitas tersebut tidak terlaksana karena jumlah siswa hanya ada tujuh orang saja. Untuk pelaku atau pelaksana upacara saja tidak cukup apalagi jika ingin melaksanakan aktivitas tersebut.
Sesampaiku di sekolah, kusuruh beberapa siswa untuk mengambil bendera untuk memasangnya. Ternyata yang datang membawa bendera adalah siswa kelas satu dan dua.
“Kami aja yang pasang pak yaaa??” ucap salah seorang siswa dengan penuh semangat dan rasa ingin tahu tentang pemasangan bendera.
Perlahan Aku ajari mereka cara pemasangan bendera. Jadi, kupilih tiga orang diantara mereka sementara yang lain memperhatikan penjelasanku.
“Ayu sebagai pembawa bendera yang berada di tengah, Yolan bertugas sebagai pemasang bendera yang berdiri di sebelah kiri Ayu dan Achan berada di sebelah kanan Ayu sebagai penggerek bendera sampai ke puncak tiang” ucapku sambil menunjuk mereka.
Setelah pemasangan bendera, kugiring mereka menuju ke kelas untuk belajar. Ruangan yang ada di sekolah tersebut hanya ada tiga ruangan untuk belajar. Untuk kelas satu dan dua dirangkap dalam satu ruangan, kelas tiga dengan empat juga dirangkap dalam satu ruangan dan kelas lima dengan enam dalam satu ruangan pula. Pagi itu Aku mengajar di kelas satu dan dua.
Saat masuk di kelas, ada tiga orang anak yang duduk bersama siswa-siswa lain, yang satunya dengan pakaian biasa dan dua anak lainnya memakai seragam serta peralatan belajar yang lengkap. Anak tersebut belum tercatat sebagai siswa di sekolah tersebut. Mereka juga ingin belajar seperti siswa yang lain. Jadi, tetap kubiarkan mereka berada di dalam kelas.
“Sebelum kita belajar, siapa yang ingin memimpin doa?” kumulai pelajaran dengan bertanya kepada mereka.
“Aku pak” jawab Ayu dengan semangat.
“Baiklah, Ayu yang memimpin doa”.
Dalam proses berdoa, Ayu bermain-main memimpin mereka dan membuat siswa-siswa lainnya tertawa.
“Kalau berdoa, kita tidak boleh bermain-main karena ketika kita bermain-main maka Tuhan tidak akan mendengar doa kita, ayo ulangi lagi” tegurku dengan lumbut kepada ayu.
“iya pak” jawab ayu.
Namun, teguranku bagai angin lewat buat Ayu. kesalahan tersebut kembali diulanginya, Aku pun kembali menegurnya.
“Doa itu bukan sebuah permainan, akan tetapi merupakan kesungguhan dalam meminta kepada Tuhan supaya kita diberi kepintaran dalam belajar”
Semuanya terdiam begitupun dengan Ayu, mungkin perkataanku membuat mereka sadar betapa pentingnya sebuah doa. Proses berdoapun kembali diulangi, dan ternyata semuanya tenang dan damai dalam berdoa hingga selesai proses berdoa. Ayu pun kembali duduk.
“Sebelum kita belajar mari kita bernyanyi bersama-sama supaya pada saat belajar nanti kita merasa semangat, Semua mau bernyanyi?” tanyaku dengan semangat.
“Mau pak” jawab mereka dengan semangat pula.
 “kalau kau suka hati tepuk tangan…..”
“kalau kau suka hati tepuk tangan…..”
“kalau kau suka hati mari kita lakukan, kalau kau suka hati tepuk tangan…..dst”
Berulang kali kami nyanyikan dengan penuh semangat dan keceriaan. Setelah bernyanyi, Aku pun memulai aktivitas belajar dengan menuliskan sebuah kalimat di papan tulis yang kemudian kami baca bersama-sama.
“Belajar adalah tugasku” tiga kata itulah yang menjadi objek pelajaran pada pagi itu. Mereka pun mulai mencatat.
“Pak guru… Aku mau catat sampai tujuh kali yah?” Tanya Ayu dengan semangatnya.
“iya boleh” jawabku
“Pak guru… Aku mau catat sampai delapan kali yah?” Tanya Yolan tak mau kalah.
“Kalau Aku sampai sebelas kali pak yah?” Achan pun tak mau kalah.
“Sungguh luar biasa mereka, dengan penuh semangat ingin belajar” gumamku dalam hati.
Setelah menulis, mereka kutuntun membaca satu persatu di mejanya. Kemudian kami membaca tulisan di papan tulis secara bersama-sama. Kujelaskan makna tulisan tersebut kepeda mereka.
“Pak guru… pada saat hujan kemarin, hanya Aku yang belajar, yang lainnya tidak” Ayu langsung merespon penjelasanku.
“Kemarin kan gelap karena hujan, makanya kami tidak belajar”  sontak Windi menyahut.
“Belajar itu adalah kewajiban kita semua, kapan dan di manapun kita harus belajar, artinya hujan maupun tidak hujan kita harus belajar. Paham semua? Jelasku dengan serius.
“iya pak” jawab mereka.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Waktu istirahat pun telah tiba hingga akhirnya masuk kembali belajar dan pulang. Yang memimpin doa kala itu bukan lagi Ayu namun Yolan.
“Duduk siap gerak,
Sebelum kita pulang mari kita berdoa, berdoa dimulai
Selesai, aamiin”
Setelah proses berdoa, mereka berlomba-lomba ke depan untuk bersalaman denganku. Namun Aku sempat menegur mereka agar mereka dapat berbaris dengan rapi kemudian maju satu persatu untuk bersalama. Merekapun langsung turut dengan perintahku.
“Pak guru, bolehkah Aku pinjam buku untuk belajar nanti di rumah? Pinta ayu sebelum pulang.
“Aku juga pak guru ya?” yolan juga menyahut
“Iya boleh asalkan di pelajari baik-baik di rumahnya, jangan sampai hanya dipinjam tapi tidak pernah digunakan, Dan ingat juga, kalau meminjam buku itu harus dirawat baik-baik” Jawabku sambil tersenyum kepada mereka.

“Baik pak” jawab mereka dengan senyuman pula.

0 komentar:

Posting Komentar