Pagi
itu adalah pagi yang cerah di hari Kamis tepatnya tanggal 20 Agustus 2015,
seakan memberikan motivasi perjuangan terhadapku menuju tempat pengabdianku di
bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan Timur selama 12 purnama.
Kugapai
tangan seorang perempuan yang selama ini mencurahkan semua kasih sayangnya
terhadapku. Seorang perempuan yang tidak tidur demi memikirkan kesehatan dan
keselamatan si buah hati, kuangkat perlahan tangannya dan kucium dengan kecupan
manja yang mengingatkanku masa-masa kecilku dulu saat diriku masih dalam timangnya.
Senyuman
rindu mengantarku hingga pagar rumah, lambaian tangan dan doanya selalu
menyertaiku selama keberangkatanku hingga kembali pulang dengan membawa
senyuman itu.
Awal
kisahku baru di mulai. Lebih kurang pukul 13.00 waktu Dhuhur, kaki ini mulai
meninggalkan kota Daeng menuju bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan
Timur. Kota Balikpapan adalah saksi bahwa kami sempat menginjakkan kaki
meskipun hanya sebentar.
Selamat
datang di bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan Timur. 40 pendekar SM-3T
secara perlahan menyentuh tanah Berau. Kami sampai di Kabupaten Berau sekitar
pukul 19.20 malam.
Kabarku
terhadap sang Umi tak pernah henti, kotak kecil pemberian Adikku menjadi
pengantar kabar bahwa selama perjalanan, diriku baik-baik saja dan sekarang
diri ini sudah berada di atas tanah Tanjung Redeb Kabupaten Berau.
Malam
pertama di hotel Cantika Swara sekaligus menjadi malam pertama bagiku bermalam
di hotel megah dan berkelas dengan pelayanan ekstra. Istimewa sekali tapi itu
bukanlah mimpi kawan. Ini nyata.
Jumat
pagi menuntun kami ke sebuah gedung formal untuk melangsungkan sebuah kegiatan.
Sebuah pertemuan dengan tema penerimaan SM-3T angkatan ke-V bersama pihak
pemerintah setempat sekaligus pelepasan SM-3T angkatan ke-IV.
Setelah
ku lihat kertas putih dengan tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
berau sebanyak tiga halaman itu, ternyata Aku sepenempatan dengan saudara Ilham
Hasan. Latar belakangnya juga sama denganku yaitu berasal dari prodi PGSD, namun
dari kampus yang berbeda. SDN 009 Kelay kampung Lesan Dayak adalah tempat
pengabdian kami yang tertera di SK yang kami terima itu.
Matahari
mulai meninggi seakan memberikan pesan bahwa hari ini akan cerah, jemputan pun
sudah menunggu tepat di depan pintu hotel. Proses pendistribusianpun sementara
berlangsung. Kesempatan untuk pamitan ke semua teman-teman pun tak sempat.
“Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kami berangkat dulu bang” sementara dalam
mobil Aku pamit ke Koordinator Kabupaten malalui kotak kecil ajaib itu.
“Waaalaikumussalam
warahmatullahi wabarakatuh. Ok, hati-hati cika’, oh iya di mana tersimpan
pelampung?” jawabnya sekaligus bertanya.
“Di
ruangan kaca depan” jawabku.
Ilham
Hasan, Hamzah, Abdul Rachman, Susi Susanti, Asmi dan diriku sendiri duduk manis
dalam satu kendaraan beroda empat berwarna putih menuju kecamatan Kelay. Selama
tiga jam kami bersama di dalam kendaraan roda empat itu, barulah kemudian
berpisah.
Aku
dan Ilham Hasan yang pertama turun, tepatnya di dekat jembatan ibu kota
kecamatan Kelay untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan tanpa
roda. Mereka menyebutnya Katinting.
Kami
dijemput oleh kepala sekolah dengan seorang guru PTT yang menemaninya sekaligus
menjadi motoris kami menuju lokasi pengabdian kami. Tak lupa kami saling
menyapa dan memperkenalkan diri. Kepsek kami bernama Yoseph Ngo Lasah dan guru
yang bersamanya itu bernama Martinus.
Kami
berempat dengan dua koper yang lumayan besar dan barang-barang lainnya, menjadi
muatan dalam katinting itu. Sebuah pelampung berwarna orange segera dikenakan
oleh rekan saya Ilham karena merupakan pengalaman pertama baginya naik
katinting.
Kebetulan
hari itu air sungai sedang surut, banyak bebatuan besar yang bermunculan.
Sementara dalam perjalanan aku sempatkan untuk mendokumentasikan beberapa momen
di atas katinting, tiba-tiba katinting yang kami tumpangi menabrak sebuah batu
besar yang tak terlihat, semua penumpang termasuk Aku terkaget di buatnya.
“Duaarrr….
Brukkk”
Rasa
takut, gemetar, kaget, semuanya bercampur aduk, itulah yang dialami oleh teman
sepenempatanku karena baru pertama kali naik katinting.
Memasuki
waktu Ashar, kami pun sampai di salah satu kampung di tengah hutan yang menjadi
lokasi pengabdian kami yaitu Kampung Lesan dayak kecamatan Kelay Kabupaten
Berau.
Suasana
hening menyambut kedatangan kami, tanpa ada suara kendaraan beroda empat maupun
beroda dua, segala kebisingan kota luput dari telinga kami. Langkah demi
langkah membawaku masuk ke Kampung Lesan Dayak. Kepala sekolah menuntun kami
secara perlahan menuju sebuah rumah tempat kami bernaung selama pengabdian kami.
“Assalamu
alaikum” salam seorang warga kampung kepada kami.
“Waalaikumussalam”
jawabku
“Ibu
citra” warga tersebut memperkenalkan dirinya dengan sebuah senyuman manis
sambil berjabat tangan denganku.
“Kalau
Aku, Adil bu”
“Ibu
citra itu juga seorang muslim pak” sahut kepala sekolah kami.
“Alhamdulillah”
kata itu terucap dalam hati dengan perasaan yang senang, seakan diri ini
bertemu dengan keluarga dekat setelah mendengar bahasa dari kepala sekolah.
Kampung
Lesan Dayak ini merupakan kampung yang mayoritas penduduknya adalah ummat
Nasrani dengan mata pencaharian berladang dan menangkap ikan di sungai. Di luar
daripada ummat Nasrani, ada juga beberapa warga yang beragama Islam. Kedua
agama ini hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain dengan sebuah pondasi
yang kokoh yaitu toleransi beragama yang dewasa.
Waktupun
berjalan begitu cepat. Layaknya seorang tamu yang baik, sebelum masuk ke rumahnya orang harus permisi dulu baru
bisa masuk. Seperti itulah yang kami lakukan sewaktu tiba di tempat pengabdian
kami. Malamnya kami berempat ke rumah Bapak Kepala Kampung untuk memperkenalkan
diri sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami di Kampung Lesan
Dayak ini. Pak Matias, itulah namanya, beliau juga menjelaskan kepada kami
mengenai kondisi kampung.
Rumah
ke dua yang kami datangi adalah rumah Bapak Kepala Adat. Setelah saling
memperkenalkan diri, beliau kembali menjelaskan keadaan kampung dan
program-program yang dicanangkan oleh kampung. Besar harapan Kepala Adat kepada
kami agar kira dapat memberikan sumbangsih pemikiran demi memajukan kampung
khususnya di wilayah pendidikan dan pemerintahan kampung secara umum.
Lesan
Dayak, 17 April 2016
SYAMSUL ADIL, S.Pd
0 komentar:
Posting Komentar