Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 25 Juni 2016

SELAMAT DATANG DI BUMI BATIWAKKAL


Pagi itu adalah pagi yang cerah di hari Kamis tepatnya tanggal 20 Agustus 2015, seakan memberikan motivasi perjuangan terhadapku menuju tempat pengabdianku di bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan Timur selama 12 purnama.
Kugapai tangan seorang perempuan yang selama ini mencurahkan semua kasih sayangnya terhadapku. Seorang perempuan yang tidak tidur demi memikirkan kesehatan dan keselamatan si buah hati, kuangkat perlahan tangannya dan kucium dengan kecupan manja yang mengingatkanku masa-masa kecilku dulu saat diriku masih dalam timangnya.
Senyuman rindu mengantarku hingga pagar rumah, lambaian tangan dan doanya selalu menyertaiku selama keberangkatanku hingga kembali pulang dengan membawa senyuman itu.
Awal kisahku baru di mulai. Lebih kurang pukul 13.00 waktu Dhuhur, kaki ini mulai meninggalkan kota Daeng menuju bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Kota Balikpapan adalah saksi bahwa kami sempat menginjakkan kaki meskipun hanya sebentar.
Selamat datang di bumi Batiwakkal Kabupaten Berau Kalimantan Timur. 40 pendekar SM-3T secara perlahan menyentuh tanah Berau. Kami sampai di Kabupaten Berau sekitar pukul 19.20 malam.
Kabarku terhadap sang Umi tak pernah henti, kotak kecil pemberian Adikku menjadi pengantar kabar bahwa selama perjalanan, diriku baik-baik saja dan sekarang diri ini sudah berada di atas tanah Tanjung Redeb Kabupaten Berau.
Malam pertama di hotel Cantika Swara sekaligus menjadi malam pertama bagiku bermalam di hotel megah dan berkelas dengan pelayanan ekstra. Istimewa sekali tapi itu bukanlah mimpi kawan. Ini nyata.
Jumat pagi menuntun kami ke sebuah gedung formal untuk melangsungkan sebuah kegiatan. Sebuah pertemuan dengan tema penerimaan SM-3T angkatan ke-V bersama pihak pemerintah setempat sekaligus pelepasan SM-3T angkatan ke-IV.
Setelah ku lihat kertas putih dengan tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten berau sebanyak tiga halaman itu, ternyata Aku sepenempatan dengan saudara Ilham Hasan. Latar belakangnya juga sama denganku yaitu berasal dari prodi PGSD, namun dari kampus yang berbeda. SDN 009 Kelay kampung Lesan Dayak adalah tempat pengabdian kami yang tertera di SK yang kami terima itu.
Matahari mulai meninggi seakan memberikan pesan bahwa hari ini akan cerah, jemputan pun sudah menunggu tepat di depan pintu hotel. Proses pendistribusianpun sementara berlangsung. Kesempatan untuk pamitan ke semua teman-teman pun tak sempat.
“Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kami berangkat dulu bang” sementara dalam mobil Aku pamit ke Koordinator Kabupaten malalui kotak kecil ajaib itu.
“Waaalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Ok, hati-hati cika’, oh iya di mana tersimpan pelampung?” jawabnya sekaligus bertanya.
“Di ruangan kaca depan” jawabku.
Ilham Hasan, Hamzah, Abdul Rachman, Susi Susanti, Asmi dan diriku sendiri duduk manis dalam satu kendaraan beroda empat berwarna putih menuju kecamatan Kelay. Selama tiga jam kami bersama di dalam kendaraan roda empat itu, barulah kemudian berpisah.
Aku dan Ilham Hasan yang pertama turun, tepatnya di dekat jembatan ibu kota kecamatan Kelay untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan tanpa roda. Mereka menyebutnya Katinting.
Kami dijemput oleh kepala sekolah dengan seorang guru PTT yang menemaninya sekaligus menjadi motoris kami menuju lokasi pengabdian kami. Tak lupa kami saling menyapa dan memperkenalkan diri. Kepsek kami bernama Yoseph Ngo Lasah dan guru yang bersamanya itu bernama Martinus.
Kami berempat dengan dua koper yang lumayan besar dan barang-barang lainnya, menjadi muatan dalam katinting itu. Sebuah pelampung berwarna orange segera dikenakan oleh rekan saya Ilham karena merupakan pengalaman pertama baginya naik katinting.
Kebetulan hari itu air sungai sedang surut, banyak bebatuan besar yang bermunculan. Sementara dalam perjalanan aku sempatkan untuk mendokumentasikan beberapa momen di atas katinting, tiba-tiba katinting yang kami tumpangi menabrak sebuah batu besar yang tak terlihat, semua penumpang termasuk Aku terkaget di buatnya.
“Duaarrr…. Brukkk”
Rasa takut, gemetar, kaget, semuanya bercampur aduk, itulah yang dialami oleh teman sepenempatanku karena baru pertama kali naik katinting.
Memasuki waktu Ashar, kami pun sampai di salah satu kampung di tengah hutan yang menjadi lokasi pengabdian kami yaitu Kampung Lesan dayak kecamatan Kelay Kabupaten Berau.
Suasana hening menyambut kedatangan kami, tanpa ada suara kendaraan beroda empat maupun beroda dua, segala kebisingan kota luput dari telinga kami. Langkah demi langkah membawaku masuk ke Kampung Lesan Dayak. Kepala sekolah menuntun kami secara perlahan menuju sebuah rumah tempat kami bernaung selama pengabdian kami.
“Assalamu alaikum” salam seorang warga kampung kepada kami.
“Waalaikumussalam” jawabku
“Ibu citra” warga tersebut memperkenalkan dirinya dengan sebuah senyuman manis sambil berjabat tangan denganku.
“Kalau Aku, Adil bu”
“Ibu citra itu juga seorang muslim pak” sahut kepala sekolah kami.
“Alhamdulillah” kata itu terucap dalam hati dengan perasaan yang senang, seakan diri ini bertemu dengan keluarga dekat setelah mendengar bahasa dari kepala sekolah.
Kampung Lesan Dayak ini merupakan kampung yang mayoritas penduduknya adalah ummat Nasrani dengan mata pencaharian berladang dan menangkap ikan di sungai. Di luar daripada ummat Nasrani, ada juga beberapa warga yang beragama Islam. Kedua agama ini hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain dengan sebuah pondasi yang kokoh yaitu toleransi beragama yang dewasa.
Waktupun berjalan begitu cepat. Layaknya seorang tamu yang baik, sebelum masuk  ke rumahnya orang harus permisi dulu baru bisa masuk. Seperti itulah yang kami lakukan sewaktu tiba di tempat pengabdian kami. Malamnya kami berempat ke rumah Bapak Kepala Kampung untuk memperkenalkan diri sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami di Kampung Lesan Dayak ini. Pak Matias, itulah namanya, beliau juga menjelaskan kepada kami mengenai kondisi kampung.
Rumah ke dua yang kami datangi adalah rumah Bapak Kepala Adat. Setelah saling memperkenalkan diri, beliau kembali menjelaskan keadaan kampung dan program-program yang dicanangkan oleh kampung. Besar harapan Kepala Adat kepada kami agar kira dapat memberikan sumbangsih pemikiran demi memajukan kampung khususnya di wilayah pendidikan dan pemerintahan kampung secara umum.

                                                                                    Lesan Dayak, 17 April 2016



                                                                                    SYAMSUL ADIL, S.Pd

0 komentar:

Posting Komentar