Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 21 Juni 2016

CELOTEH AYU



Siang itu, matahari seakan membakar bumi ini, maka Aku keluar dari dalam rumah hendak duduk di teras belakang rumah, Aku melihat seorang gadis kecil sedang bermain dengan sepeda mungilnya yang berwarna merah jambu, kumencoba memperhatikan dengan seksama, ternyata gadis kecil ini langsung menyapaku seakan diriku telah akrab lama dengannya.
“Pak Guru…, Pak Guru…, teriaknya yang dibarengi senyuman manisnya. Aku mencoba menegurnya agar dia mau berteduh atau mencari tempat yang tidak terkena langsung oleh cahaya matahari.
Tak lama kumudian gadis kecil ini pun berpindah tempat dengan sigapnya menuju ke dermaga bersama dengan sepupunya yang masih balita dan seorang teman untuk bermain di dermaga. Sesekali kuperhatikan, serasa ingin ikut bermain dengan mereka di dermaga. Kupasang bajuku dengan cepat lalu turun dari rumah dengan membawa buku menuju ke dermaga. Sampai di dermaga, lagi-lagi aku disapanya.
Gadis kecil itu bernama Ayu, Ia kelas II SDN 009 Kelay tepatnya di kampung Lesan Dayak. Selang beberapa saat Aku duduk di dermaga, si Ayu pun dipanggil untuk membawa pulang sepupunya yang masih balita itu. Dalam hati Aku kecewa karena baru sampai di dermaga, Ayu dipanggil pulang ke rumah.
Sementara kubaca buku yang ku bawa tadi, si Ayu pun mencul dan kembali ke dermaga dengan membawa piring yang berisi garam, air dalam baskom dan sebuah pisau kecil.
“Pak Guru mencok kah?? Tanya Ayu yang baru-baru datang di dermaga bersama Maya.
“Apa artinyakah Ayu?” tanyaku dalam kebingungan. 
“Pak Guru mau makan mangga kah?” ucapnya sambil tertawa.
“Boleh Juga” jawabku.
Sambil Ayu dan Maya mencari mangga, Aku pun lanjut membaca buku. Sementara keasyikan membaca, Ayu bertanya lagi “Bagaimana cara mengambil mangga di atas itu pak Guru?”
“adakah penjolok disitu atau semacamnya?” jawabku yang semntara duduk di dermaga sambil memegang buku.
“Nda ada pak Guru, tapi kami biasanya melemparnya dengan kayu, tapi biarlah Aku cari mangga di sekitar sini, siapa tau ada yang sudah jatuh” sahutnya sambil mencari mangga di sekitar dermaga itu.
Tak lama mencarinya, Ayu dan Maya pun mendapatkan beberapa mangga, kemudian dibawa ke dermaga untuk dibersihkan lalu dikupas kulitnya, ternyata mangga yang ia dapat sudah matang.
“Pak Guru… coba liat sudah masak” Ayu kembali berbicara kepadaku yang sedang membaca buku.
Sementara mereka berdua makan mangga dan Aku membaca buku, terlontar sebuah pertanyaan dari Ayu “Pak Guru kok membaca? Buku apa itu?
Sambil tersenyum Aku pun menjawab “iyya, meskipun pak Guru sudah dewasa tetap harus belajar, bukan hanya kamu atau siswa yang lainnya saja yang harus belajar tapi pak guru juga”.
Aku pun berhenti sejenak sambil memperhatikan anak ini dan melanjutkan kembali menjawab pertanyaan Ayu “Buku ini adalah buku bacaan yang pak guru beli waktu ke tanjung”.
Ayu pun mengangguk dan melanjutkan makan mangga bersama Maya, sementara makan mangga, Ayu mengajariku berbahasa dayak. Kututup buku ku dan mencoba memperhatikan gadis kecil ini berbicara.
“Kalau satu apa bahasa dayaknya?” tanyaku dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
“Eci pak guru,” Jawab Ayu secara langsung .
“Kalau dua, tiga, empat sampai sepuluh?”
“Eci’, ege’, eklau, epeat, eme’, enam, ecu’, eje’, jeptin, eswang” Jawab Ayu dengan penuh semangat.
Aku pun mencoba mengulanginya sampai Aku benar-benar memahaminya. Namun, setiap Aku mengulanginya pasti ada yang salah, Ayu dan Maya pun tertawa dan kembali membenarkan yang salah.
Ternyata belajar Bahasa Dayak tak semudah membalikkan telapak tangan, harus mengulang-ulanginya dengan penuh kesabaran.
“Oh iyya… besok pak guru mengajar di kelas II ya…?? soalnya kalau pak guru menjelaskan, kami mudah paham tapi kalau wali kelas kami yang menjelaskan selalunya diulang-ulang terus pelajarannya, terkadang kami bosan”. Tanya Ayu dengan penuh harapan.
“Kamu nda boleh bosan belajar karena yang namanya belajar memang harus diulang-ulang supaya kamu dan teman-temanmu mudah paham, ibarat kamu sedang belajar bersepeda, awalnya kamu belum tahu cara menggunakan sepeda kan?”
“Iyya” jawabnya dengan menganggukkan kepalanya dan menyadari bahwa ia salah menanggapi wali kelasnya.
Akupun melanjutkan memberikan motivasi “agar dapat menggunakan sepeda dengan baik dan benar tentunya harus belajar, caranya belajarnya ya harus mengulang-ulangi agar cepat lancar”.
“Iyya pak guru” lagi-lagi ayu menganggukkan kepalanya.
Dua hari kemuadian di jam yang hampir sama, Kami kembali bertemu di dermaga.
“Pak guru… Pak guru… besok masuk mengajar di kelas II ya?? Ayu kembali melemparkan harapan kepadaku.
“Besok pak guru mau ke jembatan, kebetulan ada rapat bersama kepala sekolah dan guru-guru dari sekolah lain” Jawabku,
Jembatan adalah sebuah istilah agar mudah dipahami oleh warga Kampung Lesan Dayak. Selain mudah diucapkan, jembatan juga merupakan tempat persinggahakan mereka ketika berangkat ke kecamatan dengan menggunakan katinting. biasanya perahu katinting mereka di ikat di bawah jembatan kemudian mereka naik ke atas.
“Pak guru… Pak guru… tahu kah nama panjangku?? Ayu kembali bertanya.
“Siapa ya…? Sahutku dengan melemparkan senyuman sekaligus kebingungan karena lupa nama lengkapnya.
“Ayo siapa… ayo siapa… ayo siapa?? Mengucapkannya sambil bernyanyi dan tertawa tanpa henti.
Aku mencoba menjawabnya namun tetap salah. Tingkahku mulai kebingungan dan kutanyakan langsung ke Ayu “Jadi siapa nama panjangnya?”.
“Ayu Kauilung Rena Putri” jawabnya sambil menatapku dengan senyuman manisnya.
Sedang bercanda bersama-sama, suara teriakan muncul, ternyata Maya yang teriak, meneriaki seseorang yang baru saja sampai dari nugal. Mendengar Maya teriak, langsung Ayu merespon dengan teguran.
“Kau tau tidak kalau meneriaki orang yang lebih tua dari kita itu dosa?”
“iyya Aku tahu” Maya pun bersuara dengan suara kecilnya.
Aku hanya diam memperhatikan Ayu menegur Maya. Sebuah perjumpaan yang istimewa bisa mengenal sigadis kecil yang penuh dengan pertanyaan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu. Seorang anak yang memiliki kepribadian berbeda dengan teman-temannya. Ia mampu menyesuaikan diri dengan tempat di mana Ia berada. Hal seperti ini sangatlah jarang kita jumpai di luar sana.

0 komentar:

Posting Komentar