Siang
itu, matahari seakan membakar bumi ini,
maka Aku keluar dari dalam rumah hendak duduk di teras belakang rumah, Aku
melihat seorang gadis kecil sedang bermain dengan sepeda mungilnya yang
berwarna merah jambu, kumencoba memperhatikan dengan seksama, ternyata gadis
kecil ini langsung menyapaku seakan diriku telah akrab lama dengannya.
“Pak
Guru…, Pak Guru…, teriaknya yang dibarengi senyuman manisnya. Aku mencoba
menegurnya agar dia mau berteduh atau mencari tempat yang tidak terkena langsung
oleh cahaya matahari.
Tak
lama kumudian gadis kecil ini pun berpindah tempat dengan sigapnya menuju ke
dermaga bersama dengan sepupunya yang masih balita dan seorang teman untuk
bermain di dermaga. Sesekali kuperhatikan, serasa ingin ikut bermain dengan
mereka di dermaga. Kupasang bajuku dengan cepat lalu turun dari rumah dengan
membawa buku menuju ke dermaga. Sampai di dermaga, lagi-lagi aku disapanya.
Gadis
kecil itu bernama Ayu, Ia kelas II SDN 009 Kelay tepatnya di kampung Lesan
Dayak. Selang beberapa saat Aku duduk di dermaga, si Ayu pun dipanggil untuk
membawa pulang sepupunya yang masih balita itu. Dalam hati Aku kecewa karena baru
sampai di dermaga, Ayu dipanggil pulang ke rumah.
Sementara
kubaca buku yang ku bawa tadi, si Ayu pun mencul dan kembali ke dermaga dengan
membawa piring yang berisi garam, air dalam baskom dan sebuah pisau kecil.
“Pak
Guru mencok kah?? Tanya Ayu yang baru-baru datang di dermaga bersama Maya.
“Apa
artinyakah Ayu?” tanyaku dalam kebingungan.
“Pak
Guru mau makan mangga kah?” ucapnya sambil tertawa.
“Boleh
Juga” jawabku.
Sambil
Ayu dan Maya mencari mangga, Aku pun lanjut membaca buku. Sementara keasyikan
membaca, Ayu bertanya lagi “Bagaimana cara mengambil mangga di atas itu pak
Guru?”
“adakah
penjolok disitu atau semacamnya?” jawabku yang semntara duduk di dermaga sambil
memegang buku.
“Nda
ada pak Guru, tapi kami biasanya melemparnya dengan kayu, tapi biarlah Aku cari
mangga di sekitar sini, siapa tau ada yang sudah jatuh” sahutnya sambil mencari
mangga di sekitar dermaga itu.
Tak
lama mencarinya, Ayu dan Maya pun mendapatkan beberapa mangga, kemudian dibawa
ke dermaga untuk dibersihkan lalu dikupas kulitnya, ternyata mangga yang ia
dapat sudah matang.
“Pak
Guru… coba liat sudah masak” Ayu kembali berbicara kepadaku yang sedang membaca
buku.
Sementara
mereka berdua makan mangga dan Aku membaca buku, terlontar sebuah pertanyaan dari
Ayu “Pak Guru kok membaca? Buku apa itu?
Sambil
tersenyum Aku pun menjawab “iyya, meskipun pak Guru sudah dewasa tetap harus
belajar, bukan hanya kamu atau siswa yang lainnya saja yang harus belajar tapi
pak guru juga”.
Aku
pun berhenti sejenak sambil memperhatikan anak ini dan melanjutkan kembali
menjawab pertanyaan Ayu “Buku ini adalah buku bacaan yang pak guru beli waktu
ke tanjung”.
Ayu
pun mengangguk dan melanjutkan makan mangga bersama Maya, sementara makan
mangga, Ayu mengajariku berbahasa dayak. Kututup buku ku dan mencoba
memperhatikan gadis kecil ini berbicara.
“Kalau
satu apa bahasa dayaknya?” tanyaku dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
“Eci
pak guru,” Jawab Ayu secara langsung .
“Kalau
dua, tiga, empat sampai sepuluh?”
“Eci’,
ege’, eklau, epeat, eme’, enam, ecu’, eje’, jeptin, eswang” Jawab Ayu dengan
penuh semangat.
Aku
pun mencoba mengulanginya sampai Aku benar-benar memahaminya. Namun, setiap Aku
mengulanginya pasti ada yang salah, Ayu dan Maya pun tertawa dan kembali membenarkan
yang salah.
Ternyata
belajar Bahasa Dayak tak semudah membalikkan telapak tangan, harus
mengulang-ulanginya dengan penuh kesabaran.
“Oh
iyya… besok pak guru mengajar di kelas II ya…?? soalnya kalau pak guru
menjelaskan, kami mudah paham tapi kalau wali kelas kami yang menjelaskan
selalunya diulang-ulang terus pelajarannya, terkadang kami bosan”. Tanya Ayu
dengan penuh harapan.
“Kamu
nda boleh bosan belajar karena yang namanya belajar memang harus diulang-ulang
supaya kamu dan teman-temanmu mudah paham, ibarat kamu sedang belajar
bersepeda, awalnya kamu belum tahu cara menggunakan sepeda kan?”
“Iyya”
jawabnya dengan menganggukkan kepalanya dan menyadari bahwa ia salah menanggapi
wali kelasnya.
Akupun
melanjutkan memberikan motivasi “agar dapat menggunakan sepeda dengan baik dan
benar tentunya harus belajar, caranya belajarnya ya harus mengulang-ulangi agar
cepat lancar”.
“Iyya
pak guru” lagi-lagi ayu menganggukkan kepalanya.
Dua
hari kemuadian di jam yang hampir sama, Kami kembali bertemu di dermaga.
“Pak
guru… Pak guru… besok masuk mengajar di kelas II ya?? Ayu kembali melemparkan
harapan kepadaku.
“Besok
pak guru mau ke jembatan, kebetulan ada rapat bersama kepala sekolah dan
guru-guru dari sekolah lain” Jawabku,
Jembatan
adalah sebuah istilah agar mudah dipahami oleh warga Kampung Lesan Dayak.
Selain mudah diucapkan, jembatan juga merupakan tempat persinggahakan mereka
ketika berangkat ke kecamatan dengan menggunakan katinting. biasanya perahu
katinting mereka di ikat di bawah jembatan kemudian mereka naik ke atas.
“Pak
guru… Pak guru… tahu kah nama panjangku?? Ayu kembali bertanya.
“Siapa
ya…? Sahutku dengan melemparkan senyuman sekaligus kebingungan karena lupa nama
lengkapnya.
“Ayo
siapa… ayo siapa… ayo siapa?? Mengucapkannya sambil bernyanyi dan tertawa tanpa
henti.
Aku
mencoba menjawabnya namun tetap salah. Tingkahku mulai kebingungan dan
kutanyakan langsung ke Ayu “Jadi siapa nama panjangnya?”.
“Ayu
Kauilung Rena Putri” jawabnya sambil menatapku dengan senyuman manisnya.
Sedang
bercanda bersama-sama, suara teriakan muncul, ternyata Maya yang teriak,
meneriaki seseorang yang baru saja sampai dari nugal. Mendengar Maya teriak,
langsung Ayu merespon dengan teguran.
“Kau
tau tidak kalau meneriaki orang yang lebih tua dari kita itu dosa?”
“iyya
Aku tahu” Maya pun bersuara dengan suara kecilnya.
Aku hanya diam
memperhatikan Ayu menegur Maya. Sebuah perjumpaan yang istimewa bisa mengenal
sigadis kecil yang penuh dengan pertanyaan dan rasa ingin tahu yang tinggi
terhadap sesuatu. Seorang anak yang memiliki kepribadian berbeda dengan
teman-temannya. Ia mampu menyesuaikan diri dengan tempat di mana Ia berada. Hal
seperti ini sangatlah jarang kita jumpai di luar sana.
0 komentar:
Posting Komentar