Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 02 Juli 2016

AJI DENGAN GELAR NAKALNYA



Aji adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia selalu datang ke sekolah guna melihat teman-temannya belajar, sesekali ia juga turut masuk ke kelas I, mungkin Ia ingin merasakan bagaimana rasanya ketika belajar dalam sebuah ruangan formal. Jika tiba giliranku mengajar di kelas I dan bertepatan dengan keberadaannya di ruangan tersebut, terkadang kulibatkan dalam proses belajar mengajar.
Banyak orang mengatakan bahwa Ia adalah anak yang nakal. Gelar tersebut selalu diberikan ketika Ia melakukan tindakan-tindakan sifatnya mengganggu. Bagiku, nakal adalah suatu sifat yang memang terkadang ada dalam diri seorang anak, namun kenakalan disetiap anak berbeda-beda. Kenakalan itu muncul ketika seorang anak tidak atau jarang mendapat perhatian dan penghargaan dari orang lain.
Melihat aktivitas anak ini yang hampir setiap harinya ke sekolah, membuatku tertarik untuk mendekatinya. Secara perlahan kudekati anak ini dengan mendatangi rumahnya bersama rekanku Ilham dan berbicara dengan orang tunya. Orang tuanya meminta kepada kami untuk mengajarinya mengaji bersama kakaknya dan kami pun menyanggupinya dengan perasaan yang senang.
Haripun berlalu hingga pada suatu ketika “Pak Adil… Pak Adil… Pak Adil…” teriak seorang anak dengan suara nyaringnya yang berdiri tegak tepat di depan rumah dinasku sembari menungguku hingga keluar.
“Pak Adil lagi tidur bu” ungkapnya kepada Ibunya.
“Assalamu ‘alaikumwarahmatullah, Assalamu ‘alaikumwarahmatullah” kumenoleh ke kanan dan kiri sebagai tanda bahwa shalat Ashar telah kutunaikan.
Aku pun bergegas keluar ke teras rumah hendak memanggil masuk sipemilik suara nyaring itu, sementara sejadah tempat sujudku masih terbentang lebar di atas tikar tepat dalam kamarku. Untung anak ini tidak pulang ke rumahnya, Ia hanya berpindah tempat beberapa langkah dari tempatnya berdiri saat memanggilku.
“Aji… ayo kesini” Panggilku ke Aji.
Aji pun datang bersama kakaknya yang bernama Fira dengan membawa buku Iqra’nya, Kakaknya Adalah salah satu siswaku di kelas III. Mereka datang ingin di ajar mengaji olehku. Kupersilahkan mereka naik ke rumah dan memberitahunya kalau tadi Aku shalat, makanya nda menjawab panggilan mereka.
Hari itu adalah kedua bagi Aji mengaji bersamaku, sedangkan kakaknya sudah sebulan sebelumnya mulai mengaji bersamaku.
Sebelum kami memulai mengaji, Tiba-tiba siswa-siswaku yang lain berdatangan untuk bimbel karena sebelumnya mereka sudah kupanggil datang ke rumah untuk bimbel. Kusuruh salah seorang diantara mereka untuk memanggil Pak Ilham untuk membimbing mereka.
Sementara Pak Ilham membimbing mereka. Aku, Aji dan Fira memulai pengajian dengan membaca doa bersama-sama agar diberi ilmu yang bermanfaat.
“Bagaimana doa sebelum belajar?” tanyaku kepada Aji dan Fira.
“Sidni” jawab Aji dengan senyumannya.
“Iya, Ayo kita mulai doanya” Aku pun membernarkan jawaban Aji dengan senyuman pula.
Kami pun berdoa bersama-sama, dan mulai mengaji dengan membaca basmalah. Saat itu, bacaan aji adalah “tsa, ja”. Sehari sebelumnya, yang di pelajari Aji adalah huruf “ a, ba, ta”. Sebelum Aji mengaji, kujelaskan dulu cara penyebutannya lalu Aji mengikutinya. Meskipun sudah kujelaskan, terkadang Aji lupa penyebutannya.
“Pak guru… Aku nda tau huruf apa ini?” tanya Aji penuh semangat.
“Itu huruf tsa, Aji” jawabku dengan menampakkan semangatku
Aji pun melanjutkan mengaji dan kembali bertanya “ Pak guru… apa ini?”
“ja” jawabku singkat.
Tidak lama setelah itu, Aji ingin pamit pulang dan kakaknya pun juga menyusul pamit untuk pulang karena mau ikut bimbel bersama teman-temannya. Akupun beranjak membantu Pak Ilham membimbing siswa dengan menangani siswa kelas I dan II.
Aji pun datang dengan sebuah buku tulis, pensil dan penghapus. Ternyata, Ia juga ingin ikut bimbel bersama teman-temannya.
“Pak guru… tuliskan Aku, nanti Aku ikuti” pintanya terhadapku yang sementara membimbing siswa menulis dan membaca.
“1, 2, 3, 4, 5, itu aja yang kamu ikuti Aji” perintahku terhadap aji setelah menuliskan di bukunya.
“Aku nda tau menulisnya Pak guru”
“Sini tangan Aji, Pak guru tuntun untuk menulis”

Proses bimbingan pun terjadi antara Aku, Aji dan siswa-siswaku yang lain. Melihat semangat dan rasa ingin tahu Aji membuatku kagum terhadapnya dan Aku berani berkesimpulan bahwa sebuah perhatian dan penghargaan terhadap seseorang mampu mengubah sebuah karakternua kearah positif.

0 komentar:

Posting Komentar