Aji
adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia selalu datang ke sekolah guna
melihat teman-temannya belajar, sesekali ia juga turut masuk ke kelas I,
mungkin Ia ingin merasakan bagaimana rasanya ketika belajar dalam sebuah
ruangan formal. Jika tiba giliranku mengajar di kelas I dan bertepatan dengan
keberadaannya di ruangan tersebut, terkadang kulibatkan dalam proses belajar
mengajar.
Banyak
orang mengatakan bahwa Ia adalah anak yang nakal. Gelar tersebut selalu
diberikan ketika Ia melakukan tindakan-tindakan sifatnya mengganggu. Bagiku,
nakal adalah suatu sifat yang memang terkadang ada dalam diri seorang anak,
namun kenakalan disetiap anak berbeda-beda. Kenakalan itu muncul ketika seorang
anak tidak atau jarang mendapat perhatian dan penghargaan dari orang lain.
Melihat
aktivitas anak ini yang hampir setiap harinya ke sekolah, membuatku tertarik
untuk mendekatinya. Secara perlahan kudekati anak ini dengan mendatangi
rumahnya bersama rekanku Ilham dan berbicara dengan orang tunya. Orang tuanya
meminta kepada kami untuk mengajarinya mengaji bersama kakaknya dan kami pun
menyanggupinya dengan perasaan yang senang.
Haripun
berlalu hingga pada suatu ketika “Pak Adil… Pak Adil… Pak Adil…” teriak seorang
anak dengan suara nyaringnya yang berdiri tegak tepat di depan rumah dinasku
sembari menungguku hingga keluar.
“Pak
Adil lagi tidur bu” ungkapnya kepada Ibunya.
“Assalamu
‘alaikumwarahmatullah, Assalamu ‘alaikumwarahmatullah” kumenoleh ke kanan dan
kiri sebagai tanda bahwa shalat Ashar telah kutunaikan.
Aku
pun bergegas keluar ke teras rumah hendak memanggil masuk sipemilik suara
nyaring itu, sementara sejadah tempat sujudku masih terbentang lebar di atas
tikar tepat dalam kamarku. Untung anak ini tidak pulang ke rumahnya, Ia hanya
berpindah tempat beberapa langkah dari tempatnya berdiri saat memanggilku.
“Aji…
ayo kesini” Panggilku ke Aji.
Aji
pun datang bersama kakaknya yang bernama Fira dengan membawa buku Iqra’nya,
Kakaknya Adalah salah satu siswaku di kelas III. Mereka datang ingin di ajar
mengaji olehku. Kupersilahkan mereka naik ke rumah dan memberitahunya kalau
tadi Aku shalat, makanya nda menjawab panggilan mereka.
Hari
itu adalah kedua bagi Aji mengaji bersamaku, sedangkan kakaknya sudah sebulan
sebelumnya mulai mengaji bersamaku.
Sebelum
kami memulai mengaji, Tiba-tiba siswa-siswaku yang lain berdatangan untuk
bimbel karena sebelumnya mereka sudah kupanggil datang ke rumah untuk bimbel.
Kusuruh salah seorang diantara mereka untuk memanggil Pak Ilham untuk
membimbing mereka.
Sementara
Pak Ilham membimbing mereka. Aku, Aji dan Fira memulai pengajian dengan membaca
doa bersama-sama agar diberi ilmu yang bermanfaat.
“Bagaimana
doa sebelum belajar?” tanyaku kepada Aji dan Fira.
“Sidni”
jawab Aji dengan senyumannya.
“Iya,
Ayo kita mulai doanya” Aku pun membernarkan jawaban Aji dengan senyuman pula.
Kami
pun berdoa bersama-sama, dan mulai mengaji dengan membaca basmalah. Saat itu,
bacaan aji adalah “tsa, ja”. Sehari sebelumnya, yang di pelajari Aji adalah
huruf “ a, ba, ta”. Sebelum Aji mengaji, kujelaskan dulu cara penyebutannya
lalu Aji mengikutinya. Meskipun sudah kujelaskan, terkadang Aji lupa
penyebutannya.
“Pak
guru… Aku nda tau huruf apa ini?” tanya Aji penuh semangat.
“Itu
huruf tsa, Aji” jawabku dengan menampakkan semangatku
Aji
pun melanjutkan mengaji dan kembali bertanya “ Pak guru… apa ini?”
“ja”
jawabku singkat.
Tidak
lama setelah itu, Aji ingin pamit pulang dan kakaknya pun juga menyusul pamit
untuk pulang karena mau ikut bimbel bersama teman-temannya. Akupun beranjak
membantu Pak Ilham membimbing siswa dengan menangani siswa kelas I dan II.
Aji
pun datang dengan sebuah buku tulis, pensil dan penghapus. Ternyata, Ia juga
ingin ikut bimbel bersama teman-temannya.
“Pak
guru… tuliskan Aku, nanti Aku ikuti” pintanya terhadapku yang sementara membimbing
siswa menulis dan membaca.
“1,
2, 3, 4, 5, itu aja yang kamu ikuti Aji” perintahku terhadap aji setelah
menuliskan di bukunya.
“Aku
nda tau menulisnya Pak guru”
“Sini
tangan Aji, Pak guru tuntun untuk menulis”
Proses
bimbingan pun terjadi antara Aku, Aji dan siswa-siswaku yang lain. Melihat
semangat dan rasa ingin tahu Aji membuatku kagum terhadapnya dan Aku berani
berkesimpulan bahwa sebuah perhatian dan penghargaan terhadap seseorang mampu
mengubah sebuah karakternua kearah positif.